counters

Jumat, 08 Agustus 2014

Ka-50 "Black Shark" dan Ka-52 "Alligator"

Kamov Ka-50 of the Russian Air Force (VVS)
JenisAttack helicopter,[1] scout helicopter[2]
Negara asalSoviet Union / Russia
PembuatKamov
Penerbangan perdanaKa-50: 17 June 1982
Ka-52: 25 June 1997[3][4]
Pengenalan28 August 1995
StatusLimited service
Pengguna utamaRussian Air Force (VVS)
JumlahKa-50: ~10
Ka-52: 20[5]
Harga satuan500 million rubles (approx. $16 million) as of May 2011[6]

Kamov Ka-50 "Black Shark" (bahasa Rusia: Чёрная акула; Chornaya Akula Black Shark, nama NATO: Hokum A) adalah helikopter tempur serang Rusia berkursi tunggal dengan rotor sistem koaksial dari biro desain Kamov.

Sayap Militer Hamas Bersumpah Tetap Perangi Israel


Rabu, 6 Agustus 2014

GAZA: Sayap militer dari Hamas, Al Qassam bersumpah akan tetap melakukan pertempuran dengan Israel. Pertempuran ini akan terus berlanjut sebelum Israel mengakui hak-hak yang dimiliki Palestina.

“Sikap Israel akan menentukan hasil akhir dari jalur pertempuran. Orientasi kami dalam beberapa hari ke depan adalah untuk mencapai harapan yang di inginkan oleh rakyat dan kita tidak boleh mengabaikannya,” tutur perwakilan Al Qassam, seperti dikutip Fars News, Rabu (6/8/2014).

“Pejuang kami masih dalam keadaan siaga. Mereka siap untuk melakukan apapun sesuai dengan instruksi dari pemimpinnya demi kepentingan rakyat,” tambahnya.

Seperti diketahui saat ini Israel dan Hamas telah sepakat melakukan gencatan senjata selama 72 jam. Saat ini delegasi dari Israel dan Palestina sedang melakukan pertemuan di Mesir untuk membahas tindak lanjut dari gencatan senjata itu.

Mengetahui adanya pembicaraan antara ketiga negara tersebut Amerika Serikat (AS) tidak tinggal diam.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri AS Jen Psaki mengatakan bahwa pihaknya mengharapkan bisa berpartisipasi dalam pembahasan gencatan senjata. Mengingat AS telah terlibat beberapa kali untuk membahas situasi di Gaza yang memanas hingga saat ini.

Photo: Sayap Militer Hamas Bersumpah Tetap Perangi Israel
Rabu, 6 Agustus 2014

GAZA:  Sayap militer dari Hamas, Al Qassam bersumpah akan tetap melakukan pertempuran dengan Israel. Pertempuran ini akan terus berlanjut sebelum Israel mengakui hak-hak yang dimiliki Palestina.

“Sikap Israel akan menentukan hasil akhir dari jalur pertempuran. Orientasi kami dalam beberapa hari ke depan adalah untuk mencapai harapan yang di inginkan oleh rakyat dan kita tidak boleh mengabaikannya,” tutur perwakilan Al Qassam, seperti dikutip Fars News, Rabu (6/8/2014).

“Pejuang kami masih dalam keadaan siaga. Mereka siap untuk melakukan apapun sesuai dengan instruksi dari pemimpinnya demi kepentingan rakyat,” tambahnya.

Seperti diketahui saat ini Israel dan Hamas telah sepakat melakukan gencatan senjata selama 72 jam. Saat ini delegasi dari Israel dan Palestina sedang melakukan pertemuan di Mesir untuk membahas tindak lanjut dari gencatan senjata itu.

Mengetahui adanya pembicaraan antara ketiga negara tersebut Amerika Serikat (AS) tidak tinggal diam.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri AS Jen Psaki mengatakan bahwa pihaknya mengharapkan bisa berpartisipasi dalam pembahasan gencatan senjata. Mengingat AS telah terlibat beberapa kali untuk membahas situasi di Gaza yang memanas hingga saat ini.

ISIS Produk AS Agar Timteng Bergolak


Mantan Menlu AS Hillary Clinton membuat pernyataan yang mengejutkan dunia. Hillary mengakui, gerakan Islamic State of Iraq and Suriah (ISIS) merupakan gerakan buatan AS guna memecah belah dan membuat Timur Tengah senantiasa bergolak.

Pernyataan Hillary tersebut, selain disiarkan berbagai media massa barat juga dilansir harian Mesir, Elmihwar. Rabu (6/8) lalu harian itu menuliskan bahwa Hillary menyatakan hal itu dalam buku terbarunya, “Hard Choice”.

Mantan Menlu di kabinet Obama masa jabatan pertama itu itu mengaku, pemerintah AS dan negara-negara barat sengaja membentuk organisasi ISIS demi memecah belah Timur Tengah (Timteng). Hillary mengatakan gerakan ISIS sepakat dibentuk dan diumumkan pada 5 Juni 2013.

“Kami telah mengunjungi 112 negara sedunia. Lalu kami bersama-sama rekan-rekan bersepakat mengakui sebuah Negara Islam (Islamic State/IS) saat pengumuman tersebut,” tulis Hillary.

Dalam buku tersebut juga diuraikan bahwa ‘negara Islam’ itu awalnya akan didirikan di Sinai, Mesir, sesuai revolusi yang bergolak di beberapa negara Timur Tengah. Semua, kata dia, berantakan saat kudeta yang digerakkan militer meletus di Mesir.

“Kami memasuki Irak, Libya dan Suriah, dan semua berjalan sangat baik. Namun tiba-tiba meletus revolusi 30 Juni-7 Agustus di Mesir. Itu membuat segala rencana berubah dalam tempo 72 jam,” ungkap istri mantan presiden AS, Bill Clinton, itu.

Hillary menambahkan, pihak barat sempat berpikir untuk menggunakan kekuatan. Persoalannya, Mesir bukanlah Suriah atau Libya, karena militer negara itu tergolong kuat. Selain itu, warga Mesir cenderung tidak pernah meninggalkan militer mereka. “Jadi, jika kami gunakan kekuatan melawan Mesir, kami akan rugi. Tapi jika kami tinggalkan, kami pun rugi,” tulis dia.

Photo: Sabtu, 09 Agustus 2014
ISIS Produk AS
Agar Timteng Bergolak

Mantan Menlu AS Hillary Clinton membuat pernyataan yang mengejutkan dunia. Hillary mengakui, gerakan Islamic State of Iraq and Suriah (ISIS) merupakan gerakan buatan AS guna memecah belah dan membuat Timur Tengah senantiasa bergolak.

Pernyataan Hillary tersebut, selain disiarkan berbagai media massa barat juga dilansir harian Mesir, Elmihwar. Rabu (6/8) lalu harian itu menuliskan bahwa Hillary menyatakan hal itu dalam buku terbarunya, “Hard Choice”.

Mantan Menlu di kabinet Obama masa jabatan pertama itu itu mengaku, pemerintah AS dan negara-negara barat sengaja membentuk organisasi ISIS demi memecah belah Timur Tengah (Timteng). Hillary mengatakan gerakan ISIS sepakat dibentuk dan diumumkan pada 5 Juni 2013.

“Kami telah mengunjungi 112 negara sedunia. Lalu kami bersama-sama rekan-rekan bersepakat mengakui sebuah Negara Islam (Islamic State/IS) saat pengumuman tersebut,” tulis Hillary.

Dalam buku tersebut juga diuraikan bahwa ‘negara Islam’ itu awalnya akan didirikan di Sinai, Mesir, sesuai revolusi yang bergolak di beberapa negara Timur Tengah. Semua, kata dia, berantakan saat kudeta yang digerakkan militer meletus di Mesir.

“Kami memasuki Irak, Libya dan Suriah, dan semua berjalan sangat baik. Namun tiba-tiba meletus revolusi 30 Juni-7 Agustus di Mesir. Itu membuat segala rencana berubah dalam tempo 72 jam,” ungkap istri mantan presiden AS, Bill Clinton, itu.

Hillary menambahkan, pihak barat sempat berpikir untuk menggunakan kekuatan. Persoalannya, Mesir bukanlah Suriah atau Libya, karena militer negara itu tergolong kuat. Selain itu, warga Mesir cenderung tidak pernah meninggalkan militer mereka. “Jadi, jika kami gunakan kekuatan melawan Mesir, kami akan rugi. Tapi jika kami tinggalkan, kami pun rugi,” tulis dia.