counters

Rabu, 12 Desember 2012

Mengenal Panser Amphibi BTR 50


Pasukan marinir TNI AL turun dari Ranratfib BTR-50P
pada latihan perang Armada Jaya ke-27 di Pantai
Banongan,
Asembagus, Situbondo, Jawa Timur,
Sabtu (2/2).
Pada latihan perang itu lima anggota
Marinir tewas
tenggelam saat menggunakan
tank amfibi.


PANSER BTR 50 PM milik Marinir mengalami kecelakaan di perasiran Situbondo, Sabtu (2/2). Nama BTR 50 PM adalah singkatan dari Browne Transporter 50 Palawa Modification. Benarkah kendaraan ini mengalami berbagai macam mofifikasi?

MENDARATKAN kendaraan tempur ke daratan, bukan persoalan mudah. Lebih-lebih jika ranpur tersebut keluar dari kapal pengangkut tank (LST-Landing Ship Tank). Sebelum, pintu LST dibuka dan panser-panser menceburkan diri ke laut, butuh persiapan khusus. Misalnya, kondisi mesin harus benar-benar prima. Jika tidak, maka panser amfibi akan menjadi rumpon di laut. Belum lagi sistem propulsi di air, juga harus sehat, termasuk sistem water-jet, gerakan rantai, dan baling-baling.

Belum lagi, bagian roda dan pintunya harus selalu diberi gemuk. Kalau tidak, maka air dengan mudah masuk ke dalam kabin. Untuk itu, satu unit ranpur angkut personel BTR-50 membutuhkan 20 kilogram gemuk, ketika kendaraan itu tengah mengikuti latihan tempur. Tidak hanya itu saja. Agar air tak merembes masuk ke dalam kabin, maka kendaraan lapis baja semacam ini harus dilengkapi dengan empat pompa --pompa penghisap air yang bisa dioperasikan baik secara elektrikal maupun mekanikal.

Namanya juga ranpur, soal interior juga jelas beda dibanding kendaraan biasa. Urusan ruang gerak misalnya, pada ranpur APC (Armour Personel Carrier) ruang gerak dalam kabin amat terbatas. Selain itu ada lagi aturan yang mesti dipatuhi penumpang, tangan tak boleh usil saat ranpur tengah berlayar. Mengapa? Di dalam kabin, banyak panel-panel yang berhubungan dengan sistem kerja propulsi. Kalau pakem ini dilanggar maka, bisa jadi tank akan tenggelam.

Secara umum, operasi pendaratan digelar pada jarak antara 2.000 hingga 3.000 mil dari tepi pantai. Satu unit kapal pendarat (LST) bisa dijejali sekitar 15 unit ranpur. Komposisi kendaraan tempur juga bervariasi, tergantung kebutuhan.

Belum lagi waktu pendaratannya. Namanya operasi militer, maka gerakan operasi amfibi biasanya digelar di pagi buta . Setitik cahaya --lampu-- jelas diharamkan karena bisa mementahkan unsur pendadakan. Hasilnya, selain radio komunikasi, agar tak terjadi tabrakan antar ranpur maka diandalkan semacam fosfor sebagai penandai antar ranpur. Masih untuk urusan yang sama, tiap ranpur yang keluar dari perut LST diberi jeda waktu sekitar satu menit. Saat menyentuh daratan, maka sistem propulsi yang dipakai berubah --gabungan antara water-jet dengan putaran roda rantai.

Ranpur APC BTR-50 P/PK dikenal dengan sebutan Pansam (panser amfibi). Ranpur BTR-50 bukanlah lansiran anyar. Di negeri asalnya, Uni Soviet (kini Rusia), kendaraan ini masuk dinas operasional tahun 1955.

Awalnya, kabin berkapasitas 20 orang pasukan bersenjata lengkap tak punya penutup atas. Baru pada tahun 1960 dengan alasan guna mendongkrak proteksi penumpang maka varian BTR-50 PK dilengkapi tutup kabin (hatch). Varian terakhir inilah yang sampai sekarang dipakai Korps Marinir.

Kendaraan BTR-50 ini berkapasitas solar penuh (full tank) sekitar 260 liter dan memiliki kemampuan melakukan penjelajahan menempuh jarak 260 km. Satu liter solar, mampu mendorong sejauh 1 km dengan kecepatan 44 Km per jam. Itu kalau berada di jalan raya. Sedangkan di medan off-road, kecepatannya 25 Km per jam.

Bagaimana kalau di laut? Panser ini mengandalkan dua unit water-jet. Kedua piranti ini sanggup menghela badan ranpur dengan kecepatan 10 Km per jam. Uniknya, kendaraan ini bisa juga berenang mundur pada kecepatan 5 Km per jam. Selain itu BTR-50 mampu menerjang ombak berketinggian maksimal 1,5 meter.

BTR-50 masuk jajaran organik Marinir tahun 1962. Pengadaannya waktu itu dilakukan sebagai bagian persiapan Operasi Trikora. Keandalannya kembali teruji dalam berbagai operasi militer pasca Trikora, termasuk Operasi Seroja (1975/79).

Untuk memperpanjang usia pakainya, BTR-50 tak lagi mengandalkan komponen orisinilnya. Sebab, pasca Peristiwa G-30S, suku cadang mendadak jadi langka. Alhasil perombakan lumayan besar diterapkan pada jeroan BTR 50. Menu utama perombakan adalah soal dapur pacu. Mesin diesel yang tadinya tipe V 6 asli Rusia, diganti dengan GM 6V-92T diesel keluaran AS.

Ada juga beberapa bagian BTR-50 yang kena rehab, misalnya perangkat komunikasi dan senjata. Kabin yang tadinya dijejali radio komunikasi tipe RT.10, asli Rusia diganti dengan tipe ANVRC 64 asal AS. Komunikasi dengan pesawat mengandalkan tipe PRC 33, juga buatan AS. Untuk senjata utama (main weapon) senapan mesin PKT telah kedudukannya oleh senapan mesin GPMG kaliber 7,62 mm buatan FN Belgia. Sebanyak 1.800 butir peluru FN biasanya dibawa BTR-50 dalam operasi tempur.

Panser amfibi ini sering dilibatkan dalam sebuah operasi. Biasanya, kendaraan ini memuat 16 orang personel, ditambah tiga orang kru. Ketiga kru tersebut adalah komandan kendaraan, pengemudi, dan penembak. Selain itu, juga dilengkapi oleh dua jenis senjata. Sayangnya, kendaraan ini tidak ada air conditionernya.

Saat bergerak di darat, roda dan rantai digerakkan oleh dua tangkai kemudi yang ada di kiri kanan pengemudi. Bila tangkai kanan ditarik, rantai kanan akan berhenti dan panser belok ke kanan. Begitu juga sebaliknya. Sedangkan kalau bergerak ke depan, pasukan tinggal menginjak pedal gas dan kopeling. Uniknya, tidak ada pedal rem. Untuk mengerem, cukup ditarik dua tungkainya. (Persda Network/ Achmad Subechi/Berbagai Sumber)

DATA TEKNIS BTR-50 P
Dimensi: Panjang 7,07 meter, Lebar 3,14 meter, Tinggi:2,15 meter, Bobot/Berat kosong 14,5 ton, Berat siap tempur: 16,5 ton. Daya angkut: 2,5 ton. Kemampuan lintas alam : Kemiringan maks tanjakan : 38 derajat, Rintangan tegak: Setinggi 1,1 m; Parit; selebar 2,8 m. Kecepatan jalan raya: 44 km per jam, di air: 10,2 km per jam.
(Sumber KOMPAS)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar