counters

Rabu, 12 Desember 2012

TNI Segera Evaluasi Seluruh Alutsista Uzur

Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau) Marsekal Madya Soebandrio mengatakan, pihaknya akan segera mengevaluasi seluruh alat utama sistem senjata (alutsista) baik pesawat angkut, pesawat tempur dan helikopter yang telah berumur 20 tahun ke atas.

"Timnya akan segera dibentuk, dipimpin Wakil Kasau," katanya, menjawab antara usai memimpin upacara serah terima jabatan Kepala Dinas Penerangan (Kadispen) Mabes TNI AU di Jakarta, Senin.

Soebandrio mengatakan, bagi TNI AU alutsista tua adalah alutsista yang sudah tidak memenuhi syarat-syarat kelayakan. Kelayakan operasional itu tidak semata-mata diukur dari tahun pembuatannya, tetapi lebih pada pemenuhan sistem pemeliharaan.

Karena itu, tambah dia, tim akan bekerja secara teliti dan cermat untuk mengevaluasi mana alutsista yang masih bisa diperpanjang usia pakai dan dipelihara kesiapannnya, dan mana yang tidak. "Contohnya, Hercules. Dari 23 unit yang dipunyai TNI AU, tujuh di antaranya merupakan buatan tahun 1960-an, pesawat tanker buatan 1970-an, bahkan pesawat tempur taktis OV-10 Bronco buatan 1976 sudah kita 'grounded'," tutur Kasau.

Soebandrio menambahkan, jika berdasarkan evaluasi pesawat-pesawat buatan 1960-an tidak lagi mempunyai nilai ekonomis, maka akan diberhentikan operasinya. Tentang kapan hasil evaluasi selesai, Kasau mengatakan, sesegera mungkin sebelum Latihan Gabungan (Latgab) TNI medio 2008 mendatang.

Mabes TNI AU, berdasarkan rencana strategis (Renstra) 2005-2009 berencana melakukan penggantian sejumlah pesawat tempur, seperti OV-10 Bronco, F-5 Tiger, Hawk MK-53, pesawat angkut Fokker-27 dan Helikopter Sikorsky.

Pesawat tempur jenis OV-10 Bronco dibuat pada 1976 dan mulai digunakan TNI AU sejak 1979. Dari sembilan unit pesawat tersebut, hanya empat yang dinyatakan siap. Sementara pesawat tempur F-5 Tiger buatan 1978, dari 12 yang dimiliki TNI AU, hanya dua yang dinyatakan siap.

Kondisi kesiapan pesawat tempur yang telah di bawah standar juga dialami pesawat tempur Hawk MK-53 buatan 1977. Dari delapan unit, hanya dua unit yang dinyatakan siap atau laik terbang. Selain itu, dari tujuh pesawat angkut Fokker 27 buatan 1975, hanya empat yang masih siap terbang.

Untuk mengganti OV-10 Bronco, TNI AU menetapkan tiga jenis pesawat pengganti antara lain Sukhoi-25 dan Super Tocano yang sebagian mesinnya merupakan buatan Kanada, sedangkan untuk mengganti MK-53 TNI AU memilih L-159B buatan Ceko.

Mengenal Panser Amphibi BTR 50


Pasukan marinir TNI AL turun dari Ranratfib BTR-50P
pada latihan perang Armada Jaya ke-27 di Pantai
Banongan,
Asembagus, Situbondo, Jawa Timur,
Sabtu (2/2).
Pada latihan perang itu lima anggota
Marinir tewas
tenggelam saat menggunakan
tank amfibi.


PANSER BTR 50 PM milik Marinir mengalami kecelakaan di perasiran Situbondo, Sabtu (2/2). Nama BTR 50 PM adalah singkatan dari Browne Transporter 50 Palawa Modification. Benarkah kendaraan ini mengalami berbagai macam mofifikasi?

MENDARATKAN kendaraan tempur ke daratan, bukan persoalan mudah. Lebih-lebih jika ranpur tersebut keluar dari kapal pengangkut tank (LST-Landing Ship Tank). Sebelum, pintu LST dibuka dan panser-panser menceburkan diri ke laut, butuh persiapan khusus. Misalnya, kondisi mesin harus benar-benar prima. Jika tidak, maka panser amfibi akan menjadi rumpon di laut. Belum lagi sistem propulsi di air, juga harus sehat, termasuk sistem water-jet, gerakan rantai, dan baling-baling.

Belum lagi, bagian roda dan pintunya harus selalu diberi gemuk. Kalau tidak, maka air dengan mudah masuk ke dalam kabin. Untuk itu, satu unit ranpur angkut personel BTR-50 membutuhkan 20 kilogram gemuk, ketika kendaraan itu tengah mengikuti latihan tempur. Tidak hanya itu saja. Agar air tak merembes masuk ke dalam kabin, maka kendaraan lapis baja semacam ini harus dilengkapi dengan empat pompa --pompa penghisap air yang bisa dioperasikan baik secara elektrikal maupun mekanikal.

Namanya juga ranpur, soal interior juga jelas beda dibanding kendaraan biasa. Urusan ruang gerak misalnya, pada ranpur APC (Armour Personel Carrier) ruang gerak dalam kabin amat terbatas. Selain itu ada lagi aturan yang mesti dipatuhi penumpang, tangan tak boleh usil saat ranpur tengah berlayar. Mengapa? Di dalam kabin, banyak panel-panel yang berhubungan dengan sistem kerja propulsi. Kalau pakem ini dilanggar maka, bisa jadi tank akan tenggelam.

Secara umum, operasi pendaratan digelar pada jarak antara 2.000 hingga 3.000 mil dari tepi pantai. Satu unit kapal pendarat (LST) bisa dijejali sekitar 15 unit ranpur. Komposisi kendaraan tempur juga bervariasi, tergantung kebutuhan.

Belum lagi waktu pendaratannya. Namanya operasi militer, maka gerakan operasi amfibi biasanya digelar di pagi buta . Setitik cahaya --lampu-- jelas diharamkan karena bisa mementahkan unsur pendadakan. Hasilnya, selain radio komunikasi, agar tak terjadi tabrakan antar ranpur maka diandalkan semacam fosfor sebagai penandai antar ranpur. Masih untuk urusan yang sama, tiap ranpur yang keluar dari perut LST diberi jeda waktu sekitar satu menit. Saat menyentuh daratan, maka sistem propulsi yang dipakai berubah --gabungan antara water-jet dengan putaran roda rantai.

Ranpur APC BTR-50 P/PK dikenal dengan sebutan Pansam (panser amfibi). Ranpur BTR-50 bukanlah lansiran anyar. Di negeri asalnya, Uni Soviet (kini Rusia), kendaraan ini masuk dinas operasional tahun 1955.

Awalnya, kabin berkapasitas 20 orang pasukan bersenjata lengkap tak punya penutup atas. Baru pada tahun 1960 dengan alasan guna mendongkrak proteksi penumpang maka varian BTR-50 PK dilengkapi tutup kabin (hatch). Varian terakhir inilah yang sampai sekarang dipakai Korps Marinir.

Kendaraan BTR-50 ini berkapasitas solar penuh (full tank) sekitar 260 liter dan memiliki kemampuan melakukan penjelajahan menempuh jarak 260 km. Satu liter solar, mampu mendorong sejauh 1 km dengan kecepatan 44 Km per jam. Itu kalau berada di jalan raya. Sedangkan di medan off-road, kecepatannya 25 Km per jam.

Bagaimana kalau di laut? Panser ini mengandalkan dua unit water-jet. Kedua piranti ini sanggup menghela badan ranpur dengan kecepatan 10 Km per jam. Uniknya, kendaraan ini bisa juga berenang mundur pada kecepatan 5 Km per jam. Selain itu BTR-50 mampu menerjang ombak berketinggian maksimal 1,5 meter.

BTR-50 masuk jajaran organik Marinir tahun 1962. Pengadaannya waktu itu dilakukan sebagai bagian persiapan Operasi Trikora. Keandalannya kembali teruji dalam berbagai operasi militer pasca Trikora, termasuk Operasi Seroja (1975/79).

Untuk memperpanjang usia pakainya, BTR-50 tak lagi mengandalkan komponen orisinilnya. Sebab, pasca Peristiwa G-30S, suku cadang mendadak jadi langka. Alhasil perombakan lumayan besar diterapkan pada jeroan BTR 50. Menu utama perombakan adalah soal dapur pacu. Mesin diesel yang tadinya tipe V 6 asli Rusia, diganti dengan GM 6V-92T diesel keluaran AS.

Ada juga beberapa bagian BTR-50 yang kena rehab, misalnya perangkat komunikasi dan senjata. Kabin yang tadinya dijejali radio komunikasi tipe RT.10, asli Rusia diganti dengan tipe ANVRC 64 asal AS. Komunikasi dengan pesawat mengandalkan tipe PRC 33, juga buatan AS. Untuk senjata utama (main weapon) senapan mesin PKT telah kedudukannya oleh senapan mesin GPMG kaliber 7,62 mm buatan FN Belgia. Sebanyak 1.800 butir peluru FN biasanya dibawa BTR-50 dalam operasi tempur.

Panser amfibi ini sering dilibatkan dalam sebuah operasi. Biasanya, kendaraan ini memuat 16 orang personel, ditambah tiga orang kru. Ketiga kru tersebut adalah komandan kendaraan, pengemudi, dan penembak. Selain itu, juga dilengkapi oleh dua jenis senjata. Sayangnya, kendaraan ini tidak ada air conditionernya.

Saat bergerak di darat, roda dan rantai digerakkan oleh dua tangkai kemudi yang ada di kiri kanan pengemudi. Bila tangkai kanan ditarik, rantai kanan akan berhenti dan panser belok ke kanan. Begitu juga sebaliknya. Sedangkan kalau bergerak ke depan, pasukan tinggal menginjak pedal gas dan kopeling. Uniknya, tidak ada pedal rem. Untuk mengerem, cukup ditarik dua tungkainya. (Persda Network/ Achmad Subechi/Berbagai Sumber)

DATA TEKNIS BTR-50 P
Dimensi: Panjang 7,07 meter, Lebar 3,14 meter, Tinggi:2,15 meter, Bobot/Berat kosong 14,5 ton, Berat siap tempur: 16,5 ton. Daya angkut: 2,5 ton. Kemampuan lintas alam : Kemiringan maks tanjakan : 38 derajat, Rintangan tegak: Setinggi 1,1 m; Parit; selebar 2,8 m. Kecepatan jalan raya: 44 km per jam, di air: 10,2 km per jam.
(Sumber KOMPAS)

PANSER VAB, TULANG PUNGGUNG YON MEKANIS TNI KONGA XXIII-B

Eksistensi Satgas Yon Mekanis TNI Kontingen Garuda (Konga) XXIII-B sebagai salah satu kontingen pasukan pemelihara perdamaian PBB di Lebanon tidak dapat dilepaskan dari keberadaan Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista) Panser VAB yang dimilikinya. Operasionalisasi Panser VAB, yang merupakan salah satu alutsista Kavaleri TNI AD, di daerah operasi sepanjang Blue Line yang memisahkan antara wilayah Lebanon Selatan dengan Israel, terutama dalam hal pergerakan patroli di setiap ruas jalan dan di daerah hot spot mampu menunjukkan mobilitas yang tinggi sekaligus deterence effect yang berdampak positif bagi upaya penciptaan dan pemeliharaan stabilitas perdamaian di wilayah area operasi secara lebih permanen.

Bertepatan dengan HUT ke-58 Korps Kavaleri TNI AD pada tanggal 9 Februari 2008, dilaksanakan upacara sederhana terpusat di Lapangan “Soekarno Base”, Markas Konga XXIII-B di Adshit Al Qusayr, Lebanon Selatan atau yang dikenal dengan istilah UN Posn 7-1. Bertindak sebagai Komandan Upacara pada peringatan tersebut Lettu Kav Nanak Yuliana (Wadanki-D), sedangkan sebagai Perwira Upacara ialah Lettu Kav Agung Wira dan Inspektur Upacara dijabat langsung oleh Dansatgas Konga XXIII-B Letkol Inf A M Putranto, S.Sos. Dalam amanat Komandan Pussenkav TNI AD yang dibacakan oleh Dansatgas, salah satunya tentang pentingnya peranan pemeliharaan dan perawatan Panser sebagai alutsista yang dimiliki TNI AD agar dapat mencapai performa yang diharapkan, terutama pada saat berada di daerah penugasan.

Menyadari vitalnya peranan Alutsista Panser VAB dalam pelaksanaan tugas Konga XXIII-B, Dansatgas bahkan sampai memberikan pengarahan khusus di luar pembacaan amanat. Dalam pengarahannya, Letkol Inf A M Putranto, S.Sos menyampaikan bahwa isu Alutsista TNI akhir-akhir ini sedang ramai dibicarakan di Tanah Air, terutama setelah kejadian musibah yang menimpa prajurit Marinir beberapa waktu yang lalu. Terkait hal itu, Dansatgas menekankan agar prajurit Konga XXIII-B mau dan mampu merawat seluruh Panser yang dibawa ke Lebanon dengan penuh kesadaran dan rasa tanggung jawab yang tinggi. Sebab, imbuh Dansatgas, Alutsista tersebut merupakan hasil pembelian dengan menggunakan uang rakyat Indonesia. Selain itu, dengan perawatan yang tekun dan cermat diharapkan masa pakainya dapat lebih lama. Hanya dengan cara itulah, seluruh panser yang dimiliki Konga XXIII-B dapat memenuhi tuntutan tugas yang dibebankan dalam peacekeeping mission.

Sebagaimana diketahui, 32 unit Panser VAB yang dimiliki Satgas Konga XXIII-B saat ini merupakan salah satu Alutsista terbaru TNI AD yang dibeli sesaat sebelum pemberangkatan Kontingen Garuda ke Lebanon pada tahun 2006 lalu. Proses pengadaan Alutsista ini sendiri pada awalnya menjadi perdebatan alot wakil rakyat di DPR RI terkait masalah tender. Pada saat itu, Pemerintah melalui Dephan bersikukuh agar pengadaan panser ditempuh melalui mekanisme penunjukkan langsung mengingat urgensi dan skala prioritasnya. Sebaliknya, sebagian kalangan di DPR menginginkan mekanisme tender secara terbuka. Dan sekarang terbukti keputusan Dephan-lah yang tepat karena dengan kehadiran Panser VAB yang baru di tengah-tengah Satgas Konga XXIII-B telah mampu menunjukkan kredibilitas TNI di dunia internasional. Sebelumnya Kontingen Indonesia hanya memiliki 14 unit Panser VAB varian APC dengan sistem manual ditambah dengan 6 unit Panser Intai VBL Panhard dan 12 unit Panser APC BTR 80A sehingga minim secara operasional. Namun dengan kedatangan Panser VAB dengan sistem otomatis (matic) tersebut, dapat dikatakan Panser VAB saat ini telah menjadi tulang punggung Satgas dimana kebutuhan operasional dapat terpenuhi, baik dari segi kualitas maupun kuantitas.

Selesai upacara, Dansatgas yang didampingi Wadansatgas Letkol Mar Ipung Purwadi beserta seluruh Perwira dan anggota yang terlibat dalam upacara, baik dari TNI AD, TNI AL, TNI AU serta dari Deplu (Perwira Interpreter) memberikan ucapan selamat kepada seluruh prajurit Kavaleri TNI AD yang tergabung dalam Konga XXIII-B di Lebanon selatan. (Perwira Penerangan Satgas Yon Mekanis TNI Konga XXIII-B/UNIFIL/Dispenad)

Pesawat Pembom Rusia Dikejar Jet-Jet Tempur AS


Washington (ANTARA News) - Dua pesawat pembom Rusia TU-95 Bear terbang di atas lokasi sebuah kapal induk AS di Pasifik Barat di ketinggian 660 meter akhir pekan lalu, yang memicu jet-jet tempur AS melakukan pengejaran, kata seorang pejabat pertahanan, Senin waktu setempat (Selasa WIB).

Empat jet tempur AS F-18 mencegat pembom-pembom Rusia Sabtu pagi, tetapi bukan sebelum pembom-pembom itu terbang di atas lokasi kapal induk USS Nimitz, kata pejabat itu, yang tidak bersedia disebutkan namanya.

Pesawat-pesawat tempur Jepang F-15 sebelumnya mengejar untuk mencegat dua Bear pembom lainnya, dan menggiring mereka ke luar dari daerah itu, kata seorang pejabat militer AS yang juga tidak bersedia disebutkan namanya.

Pemerintah Jepang mengeluarkan sebuah protes keras kepada Moskow, tetapi para pejabat Rusia membantah pesawat mereka memasuki wilayah udara Jepang.

Dua pesawat pembom lainnya terbang di selatan Jepang ketika mereka hampir berbelok menuju USS Nimitz, dan pesawat-pesawat kapal induk itu meluncur dan mencegat pembom-pembom itu," kata pejabat pertahanan itu.

Pesawat-pesawat F-18 menggiring pembom-pembom itu sampai mereka meninggalkan daerah itu, kata pejabat tersebut.

"Tidak ada komunikasi lisan antara pesawat Nimitz atau pesawat Rusia," kata pejabat tersebut.

Pejabat itu mengatakan salah satu dari pembom-pembom Rusia itu terbang langsung di atas lokasi kapal induk AS pada ketinggian 660 meter sementara pembom kedua terbang pada ketinggian yang sama.

Insiden itu terjadi pada saat Rusia menghidupkan kembali patroli-patroli udara jarak jauh seperti yang dilakukan pada saat Perang Dingin.

Ini adalah kedua kalinya sejak Juli 2004 sebuah pembom Bear Rusia terbang di sekitar lokasi kapal induk AS.

Insiden itu melibatkan kapal induk USS Kitty Hawk di Laut Jepang.

NImitz, yang sedang melakukan patroli rutin di Pasifik Barat saat insiden tersebut, Senin pulang ke pelabuhan Sasebo, Jepang, kata pejabat itu.

Tidak segera diketahui apakah AS menyampaikan protes-protes kepada Rusia.

Menteri Pertahanan AS Robert Gates bertemu dengan deputi PM Rusia pada hari berikutnya di sela-sela konferensi keamanan di Munich,